Bai'at Inisiasi Spiritual (Tahbis)
Inisiasi
spiritual atau penasbihan adalah pelantikan atau peresmian seseorang
yang sungguh-sungguh ingin mencari pengetahuan (makrifat) Allah SWT oleh
seorang pembimbing (mursyid, khalifah, syekh). Dalam beberapa tarekat,
inisiasi ini biasa di-istilahkan dengan baiat atau talqin. Kegiatan
seperti ini sering dihubungkan dengan pengangkatan sumpah para sahabat
Nabi saat Perjanjian Hudaibiyah yang berlangsung di bawah pohon. Intinya,
pernyataan janji setia mereka untuk mengabdi kepada Allah SWT dan Nabi
Muhammad dalam kondisi apa pun. Peristiwa ini dilukiskan di dalam
Alquran,"Orang-orang yang berjanji setia kepadamu,
mereka itu sesungguh-nya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di
atas tangan mereka. Barang siapa yang melanggar janji itu maka
akibatnya, niscaya akibatnya akan menimpa dirinya sendiri. Dan, barang
siapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya
pahala yang besar. " (Q.S. al-Fath [48:] 10). Upacara
pelantikan ini biasa¬nya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di dalam masing-masing tarekat. Ada yang menetapkan sejumlah
syarat yang harus dipenuhi sebelum di-inisiasi/bai'at, bergantung
standar operasional prosedur (SOP) masing-masing tarekat. Di antara
standar tersebut ialah menjabat tangan (mushafaha'h) dengan syekh atau
mursyid. Biasanya ada tarekat mengganti nama atau menambahkan laqab
(julukan) murid yang mengikuti inisiasi tersebut. Itu semua dilakukan
sebagi simbol "kelahiran kembali" kedunia rohani. inisiasi
tersebut biasanya di-tandai dengan penyerahan kain serban (khirqah)
yang dipasangkan di pundak murid oleh syekh atau mursyid. Biasa juga
pemberian tasbih, ijazah, atau benda-benda upacara lainnya. Proses
inisiasi biasanya dilakukan seusai shalat berjamaah dan disaksikan oleh
murid-murid lainnya. Inisiasi ini
bertingkat-tingkat. Ada tingkat paling awal yang diinisiasi sebagai
anggota baru tarekat. Inisiasi lainnya dilakukan lebih khusus untuk
murid-murid 'yang sudah mencapai tingkatan tertentu dan baginya sudah
layak untuk dilantik sebagai mursyid pembantu. Perbedaan antara mursyid
pembantu dan mursyid senior ditentukan oleh tradisi tarekat. Setelah
inisiasi maka murid atau mursyid maka murid itu, berlakulah ketentuan
pada diri-nya sendiri dan wajib dijalani. Misalnya, ia harus berani
berubah secara drastis, seperti berani untuk menggunting dosa-dosa
langganannya sejak dahulu, meninggalkan makanan, minuman, dan perbuatan,
serta keputusan-keputusan syubhat, apalagi yang haram. Murid dituntut
tegas berani hijrah dari kondisi batin yang menyatu ke kecenderungan
batin yang condong antara hak dan batil. Laksana menyatunya air dan teh.
Bila telah terpisah, akan berbentuk laiknya pemisahan antara air dan
minyak. Inisiasi sesungguhnya lebih merupakan
terapi kaget (shock therapy) untuk hijrah ke dalam suasana batin yang
baru. Ikrar atau baiat yang baru saja dijalani-nya luei upakan peristiwa
simbolis untuk lahir kembaii dari gelapnya lumuran dosa dan maksiat.
Kini, ia merasa terlahir kembali, seperti bayi yang tanpa beban, bersih,
ringan, putih, pasrah, tenang, damai, indah, bahagia, cerah, dan bebas
dari beban masa lampau. Dua kalimat sakral yang
baru diucapkan itu memang didasari oleh jaminan Nabi, "Perbaruilah
keimanan kalian dengan bersahadat ulang." Allah juga menjamin
pengampunan dosa secara total (fagfir al-dzunuuba jami'an) bagi orang
yang telah menjalani pertobatan khusus {taubatan na-shuha). Sebesar apa
pun dosa se-belumnya, ia merasa plong dengan inisiasi yang baru saja
dilakukannya dengan penuh keterharuan, yang biasanya disertai dengan
linangan air mata. Mereka merasa optimistis dengan menatap ke depan,
karena hadis nabi, "Air mata tobat menghapuskan api neraka" dan "Jeritan
tobat-nya para pendosa lebih disukai Tuhan ketimbang gemuruh tasbihnya
para ulama." Kini, ia semakin sadar dan
sen-sitif serta sudah mampu mendeteksi perbedaan antara kecenderungan
yang hak atau batil dan antara bisikan iblis dan bisikan malaikat.
Sebelumnya, ia masih sulit membedakan mana kecenderungan hak mana yang
batil, mana bisikan iblis dan mana bisikan malaikat, karena keduanya
larut di dalam dirinya bagaikan air dengan teh. Setelah menjalani
tradisi baru, ia merasakan lembaran baru dalam kehidupannya. Antara hak
dan batil dan bisikan iblis dan bisikan malaikat dirasakannya sudah
jelas, seperti jelas-nya perbedaan antara air dan minyak. Keduanya tidak
lagi menyatu secara utuh di dalam dirinya. Sikap
dan persepsinya terhadap Tuhan juga sudah jauh berubah. Sebelumnya, ia
terbebani dengan doa. Doa-doa yang tidak dikabulkan menjadi beban batin
baginya karena seringkali dihubungkan dengan pertanyaan nakal dalam
jiwanya tentang keberadaan Tuhan. Mengapa iayang berdoa kepada-Nya,
tetapi dijawab dengan kekecewaan. Sementara itu, orang yang tidak pernah
berdoa, bahkan bergelimang dosa, tetapi hidupnya melimpah dan
berkecukupan. Kini, ia semakin sadar dengan
sabda Nabi, "Doa adalah jantung-nya ibadah". Ia tidak lagi salah paham
terhadap doa-doanya yang tertolak. Ia bahkan sangat sadar bahwa
penerimaan doa bisa berarti penerimaan baginya, dan penerimaan doa
berarti penolakan baginya. Ia lebih takut kalau daftar panjang
doa-doanya dikabulkan justru akan melahirkan penolakan dirinya, karena
perhatian tidak lagi tertuju pada Tuhan, tetapi habis waktu mengonsumsi
hasil-hasil doanya. Ia bersyukur jika doa-doanya ditolak karena yakin
pasti itu akan membahayakan kelanggengan hubungan mesra dengan Tuhannya. Akhirnya, doa baginya sudah semakin pendek karena ditenggelamkan oleh munajatnya. Ia lebih sibuk naik kehadirat-Nya (wushul) ketimbang
memohon rahmat lebih banyak turun ke bawah. Untuk apa rahmat lebih
banyak turun dari-Nya, jika ia sendiri tidak bisa naik karena rahmat
itu. Ia lebih memilih untuk naik ke hadirat-Nya ketimbang rahmat-Nya
turun. Lambat laun, yang bersangkutan tidak
lagi rida dengan surga dan tidak juga takut dengan neraka. Masihkah
seseorang butuh surga atau takut neraka jika seseorang sudah menyatu
dengan Rahmat Sang Pencipta surga dan neraka itu. Mungkin ia akan
berteriak ambillah surga itu, aku cukup dengan Tuhanku. |