Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah
Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah
Untuk memasuki dan mengambil dzikir dari Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah ini, seseorang harus melaksanakan kaifiah atau tata cara sebagai berikut;
1. Datang kepada calon guru mursyid untuk meminta izin memasuki thariqahnya dan menjadi muridnya. Hal ini dilakukan sampai memperoleh izin dan perkenannya.
2. Mandi taubat setelah shalat Isya’ sekaligus berwudlu’ yang sempurna.
3. Shalat Hajat dua raka’at dengan niat masuk thariqah. Setelah Al-Fatihah, membaca surat Al-Kafirun pada raka’at pertama clan surat Al-Ikhlas pada raka’at kedua.
4. Setelah salam membaca:
Dan dilanjutkan membaca istighfar 5 kali, atau 15 kali, atau 25 kali.
5. Membaca Al-Fatihah sekali dan Surat AI-Ikhlas 3 kali, dengan niat menghadiyahkan pahalanya kepada Hadlratzrsy-Syarkh Muhammad Baha’uddin An-Naqsyabandi, serta memohon pertolongannya mudah mudahan keinginannya masuk thariqah diterima.
6. Tidur miring kekanan dengan menghadap kiblat.
Setelah prosesi tersebut dilaksanakan, maka selanjutnya menghadap calon guru mursyidnya lagi untuk mendapatkan petunjuk dan pengarahan lebih lanjut, yang kemudian setelah itu akan dilakukan talqin dzikir atau bai’at dari sang guru mursyid itu kepadanya.
Setelah menerima talqin dzikir atau bai’at, maka dia sudah tercatat sebagai anggota Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah ini, yang mempunyai kewajiban untuk mengamalkan wirid-wirid sebagai berikut:
a. Membaca istighfar 5 kali, atau 15 kali, atau 25 kali.
b. Membaca Al-Fatihah sekali dan 5urat Al-Ikhlas 3 kali, yang dihadiahkan kepada para guru mursyid thariqah ini sejak zaman ini sampai kepada Rasulullahshallallahu alarhi wa sallam, khususnya Hadlratusy-Sqaikh Muhammad Baha-uddin An-Naqsyabandi.
c. Kedua bibir dirapatkan sambil lidah ditekan dan gigi direkatkan seperti orang mati, dan merasa bahwa inilah nafas terakhirnya sambil mengingat alam kubur dan kiamat dengan berbagai kerepotannya.
d. Rabithah kepada Guru Mursyid.
e. Menenangkan dan mengkonsentrasikan hati untuk senantiasa ingat Allah.
f. Munajat dengan hatinya membaca:
g. Kemudian dengan hatinya mewiridkan Ismudz-Dzat (Allah…, Allah-, Allah …) 5000 kali, dengan tanpa menggerakkan lidah, bibir clan seluruh anggota tubuhnya kecuali jari penunjuk untuk menarik hitungan tasbih. Dan setiap hitungan 100 diselingi membaca;
h. Setelah selesai wirid, diam sejenak dan rabithah Guru Mursyid disertai permohonan anugerah barakahnya, kemudian berdo’a sebagai berikut:
Keterangan:
– Pelaksanaan pembacaan aurad (wirid-wirid) tersebut dilakukan sehari sekali, waktunya bebas yang penting dicari waktu yang bisa istiqomah. – Sikap duduk pada saat membaca arrrad tersebut adalah dengan duduk tawarrukshalat terbalik, artinya telapak kaki kanan dimasukkan dibawah lutut kaki kiri, kecuali ada udzur.
– Para murid pemula cukup mengamalkan aurad tersebut. Sedang untuk murid yang sudah meningkat ajarannya, akan mendapatkan ajaran dzikir lainnya seperti Dzikir Latha-if, Dzikir Nafi Itsbat, Dzikir Wuquf, Dzikir Muroqobah Muthlaq, Dzikir Muroqobah Ahadiyatul Af’aal, Dzikir Muroqobah Ma’iyyah danDzikir Tahlil bil-lisan.
– Di samping itu masih ada ajaran muroqobah, yaitu Muroqobah Aqrobiyah, Muroqobah Ahadiyah Adz-
Dzat Ash-Shomad dan Muroqobah Ahadiyah Adz Dzat Ash-Shrifwal-Baht
– Disamping ada juga ajaran Suluk, Khawajikan dan Tawajjuhan, yang semua hal tersebut diatas
secara terperinci dapat dibaca dalam kitab Risalah Mubarakah, yang disusun oleh Kiai Muhammad Hambali Sumardi Al-Quddusi.
Suluk Thariqah
Disini penulis merasa perlu untuk memaparkan pelaksanaan suluk dalam Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah ini, karena ada aturan-aturan tertentu dalam kaifiah atau tata caranya, yaitu sebagai berikut;
1. Memperoleh izin dari guru mursyid atau izin dari orang telah mendapat ijazah dari guru mursyidnya untuk mengajarkan suluk.
2. Kholwah, artinya menyepi atau memisahkan diri dari anak istri dan saudara-saudaranya yang tidak sedang melakukan suluk.
3. Berniat suluk untuk selama 40 hari, atau 20 hari atau minimal 10 hari, dengan niatan sebagai berikut:
Sedangkan rukun-rukun suluk yang harus dipenuhi adalah;
a. Menyedikitkan bicara yang tidak perlu dan tidak ada manfaatnya.
b. Menyedikitkan makan, namun juga jangan sampai kelaparan sehingga tidak kuat melaksanakan
ibadah atau dzikir.
c. Menyedikitkan tidur, artinya mengurangi tidur seperti yang biasanya dilakukan.
d. Melanggengkan dzikir siang malam dengan memperhatikan adab dan tata kramanya, dengan jumlah
dzikir sesuai dengan tingkatan pengajarannya.
e. Tawajjuhan 3 kali sehari semalam, yaitu
1) Setelah shalat Isya’ dengan terlebih dahulu mengkhatamkan khawajakanselain malam Selasa dan Jum’at,
2) Pada waktu sahur setelah khataman selain malam Selasa dan Jum’at dan
3) Setelah Dzuhur dengan tanpa khataman khawajakan. Setelah ‘Asharkhataman khawajakan saja.
Disamping itu ada adab atau tata krama suluk yang juga harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut;
a. Ketika akan melakukan suluk, hendaknya minta izin dahulu kepada guru mursyidnya.
b. Mandi taubat dan berwudlu yang sempurna.
c. Shalat hajat dua raka’at dengan niat memasuki suluk.
d. Ketika masuk ke tempat kholwat, membaca ta’awudz dan basmalah dengan ikhlas.
e. Niat bersungguh-sungguh dalam ibadah dan memenjarakan nafsu.
f. Melanggengkan wudhlu’ (suci).
g. Tidak berbicara kecuali dzikrullah.
h. Melanggengkan rabithah kepada guru mursyid.
i. Sungguh-sungguh memperhatikan shalat Jum’at, jama’ah lima waktu, shalat rawatib qobliyah dan ba’diyah dan shalat-shalat sunnat lainnya yangmuakkadah.
j. Melanggengkan dzikir, baik jahri maupun sirri; baik dzikir nafi itsbatmaupun dzikir Ismudz-Dzat.
k. Membiasakan tidak tidur. Artinya tidak tidur kecuali sangat kantuk dan kalaupun tidur niatnya untuk menghilangkan capeknya badan.
l. Tidak menyandarkan tubuhnya pada sesuatu dan tidak tiduran diatas lemek (tikar atau lainnya).
m. Ketika keluar (dari tempat khalwahnya) menundukkan kepala dan tidak melihat-lihat sesuatu kecuali ada perlu.
n. Ketika berbuka, tidak memakan makanan yang berasal dari yang bernyawa.
Catatan:
– Keterangan tentang Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah ini dinukil dari kitab Risalah Mubarakah yang disusun oleh Kyai Muhammad Hambali Mawardi Al-Quddusi, disamping juga penjelasan dari K.H.M.Salman Dahlawi, seorang mursyid Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah yang juga merupakan Pengasuh Pondok Pesantren “Al-Manshur”, Popongan, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah.
– Untuk kegiatan sulukdan tawajjuhan khusus di tempat K.H. M. Salman Dahlawi diadakan 3 kali dalam setahun, yaitu Bulan Muharram, Rajab dan Ramadlan.
– Untuk kegiatan tawajjuhan umum diadakan sekali dalam seminggu, yaitu setiap hari Selasa sebelum Dhuhur (antara jam 11.00 sampai 12.00).
– Untuk kegiatan bai’at bisa dilakukan setiap saat, kecuali bulan-bulan suluk.
Adapun sanad kemursyidan K.H. M. Salman Dahlawi adalah sebagai berikut:
K.H.M. Salman Dahlawi dari Syaikh Manshur dari Syaikh Muhammad Al-Hadi dari Syaikh Sulaiman Az-Zuhdi dari Syaikh Ismail Al-Barusi dari Syaikh Sulaiman Al-Quraimi dari Syaikh Khalid Al-Baghdadi dari Syaikh Abdullah Ad-Dahlawi dari Syaikh Habibillah dari Syaikh Nur Muhammad Al-Badwani dari Syaikh Saifiddin dari Syaikh Muhammad Ma’shum dari Syaikh Ahmad Al-Faruqi dari Syaikh Muhammad AI-Baqi Billah dari Syaikh Muhammad Al-Khawajiki dari Syaikh Darwisy Muhammad dari Syaikh Muhammad Az-Zahid dari Syaikh Ubaidillah Al-Ahrar dari Syaikh Ya’qub Al-Jarhi dari Syaikh Muhammad bin ‘Alauddin Al-‘Atthar dari Syaikh Muhammad Baha-uddin AnNaqsyabandi dari Syaikh Amir Kullal dari Syaikh Muhammad Baba AsSamasi dari Syaikh Ali Ar-Rumaitini dari Syaikh Mahmud Al-Anjir Faghnawi dari Syaikh Arif Ar-Riwikari dari Syaikh Abdil Khaliq Al Ghajduwani dari Syaikh Yusuf Al-Hamadani dari Syaikh Abi Ali Al Fadlal dari Syaikh Abil Hasan Ali Al-Kharqani dari Syaikh Abi Yazid Taifur Al-Bustharni dari Syaikh Ja’far Ash-Shodiq dari Syaikh Qosim bin Muhammad dari Sayyidina Salman Al-Farisi dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radliallahu ‘anhum ajmain dari Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Sayyidina Jibril‘alaihis-salam dari Allah ‘azza wa jalla.