Melalaikan Kewajiban Thariqah
Assalamu’alaikum wr wb,
Saya pernah berbaiat Thariqah Syadzaliyah di gedung shalawat, pekalongan beberapa tahun yang lalu. Namun karena gonjang-ganjing ekonomi, saya tidak bisa mengamalkannya dengan baik. Bahkan bisa dibilang berhenti sama sekali. Meski begitu, tidak ada sama sekali niatan dan keinginan dalam hati untuk berpisah atau keluar dari thariqah ini.
Habib, bagaimana status keanggotaan saya? Bila masih dianggap murid, bagaimana saya menebus kelalaian saya tersebut?
Wassalamu’alaikum wr wb
Wa’alaikumsalam wr wb
Thariqah adalah buah dari pelaksanaan syariat, sedangkan buah dari pelaksanaan thariqah adalah haqiqat. Maka thariqah bukan sekadar amalan biasa yang hanya membaca tahlil atau istghfar atau shalawat, misalnya. Tetapi bersamaan dengan membaca amalan tersebut, pengamal tahriqah juga dituntut untuk menjalankan ihsan, sebagai pilar ketiga agama kita setelah iman (aqidah), dan Islam (sya’riat). Ihsan yang saya maksud di sini, secara sederhananya adalah selalu merasa dilihat dan didengar Allah. Ihsan inilah yang, bersama rangkaian dzikir thariqah akan mejadi pembersih hati kita dari kotoran dan pembuka tabir yang terbentuk akibat maksiat.
Maka walaupun terkadang ada seorang pengikut thariqah yang terlena sampai ketinggalan atau tidak mengamalkan amaliah-amaliah thariqahnya, hendaknya ia tetap mempertahankan ikatan hatinya dengan thariqahnya. Sementara untuk menebus ketertinggalanya dalam menjalankan amalan thariqahnya, cukuplah ia bertaubat dan kembali menjalankan amalannya dengan istiqamah.
Lepas atau tidaknya seseorang dari thariqah yang diikuti sepenuhnya bergantung pada niat dan I’tiqad dalam hati. Jika meninggalkan amalan thariqah dengan niat keluar dari thariqah yang diikutinya, ia telah keluar. Namun jika ia hanya lalai, tanpa ada niatan sama sekali untuk keluar dari thariqah, ia tetap berthariqah. Tapi ia sebaiknya menjalankan kembali kewajiban-kewajibannya, agar kerak dalam hatinya tidak terlanjur banyak dan tebal sehingga perlu waktu yang lebih lama untuk membersihkannya.
Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)
Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah