Haruskah Salik Menjalani Baiat?
Prof Dr Nasaruddln Umar Janji
setia dari calon murid atau salik kepada mursyid biasa disebut baiat
atau talqin. Dalam suatu tarekat, baiat adalah sesuatu yang lazim.
Biasanya yang melakukan proses baiat ialah mursyid kepada salik. Sebelum
ke proses pembaiatan, umumnya diawali perkenalan dan penjelasan
langkah-langkah yang harus ditempuh jika kelak resmi menjadi murid. Seorang
calon salik diperkenalkan berbagai syarat dan ketentuan internal
tarekat, misalnya kesediaan murid menyempurnakan ibadah syariah, patuh
kepada mursyid, aktif dan telaten melakukan riyadhah, serta berusaha
meninggalkan rutinitas duniawi, lalu memasuki wilayah tasawuf dengan
menginternalisasikan sifat-sifat utama seperti sabar, tawakal, qanaah,
dan syukur. Ia secara perlahan-lahan dibimbing
untuk meninggalkan dominasi eksoterisme dan memasuki wilayah esoterisme
dalam beribadah. Ia dituntut berkontemplasi guna lebih banyak mengenal
alam rohani, dan pada akhirnya salik berusaha respek dan mencintai
mursyidnya. Bagaikan sahabat yang mencintai rasulnya. Sang
calon salik juga berlatih menumbuhkan rasa cinta (mahabbah) dan harapan
besar [raja). Jika dia diyakini memiliki kemampuan untuk lanjut sebagai
salik, mursyid akan membaiatnya. Prosesnya, ada yang sederhana ada juga
yang lebih rumit. Ini semua bergantung pada ketentuan yang berlaku
dalam sebuah tarekat. Terkadang ada yang
berbulan-bulan atau tahunan tetapi belum dibaiat. Sementara ada yang
hanya beberapa hari tinggal bersama langsung dibaiat. Bergantung
intensitas dan kesiapan calon murid menempa diri. Dasar hukum
pelaksanaan baiat ini dihubungkan dengan surah al-Fath ayat 10. Ayat
tersebut berbunyi "Orang-orang yang berjanji setia kepadamu,
sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Tuhan di atas
tangan mereka. Barang siapa melanggar janjinya, niscaya akibat dia
melanggar janji itu akan menimpa dirinya. Dan barang siapa menetapi
janjinya kepada Allah, Allah akan memberinya pahala yang besar." Idealnya,
baiat itu mengikat, apalagi komitmen ini bertujuan positif sebagaimana
ditegaskan Allah SWT, "Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian
berjanji, dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah kalian". (QS
al-Nahl [16] 91). "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti
akan diminta pertanggungjawabannya". (QS al-Isra [17] 34). Di
dalam hadis ditemukan sejumlah riwayat yang mengajarkan konsep baiat
bagi mereka yang akan menjadi pengikut khusus Rasulullah. Seperti hadis
riwayat Bukhari dari Ubaidah bin Samit. Rasulullah bersabda,
"Berjanjilah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatu,tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian,
tidak membuat kebohongan di antara tangan dan kaki kalian, dan tidak
mendurhakai aku dalam kebaikan. Barang siapa di antara kalian menepati
janji ini, dia akan mendapatkan pahala dari Allah. Barang siapa yang
melanggar sebagian darinya lalu Allah menutupinya, hukumannya bergantung
pada Allah. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengam-puninya. Dan jika
tidak. Dia akan menghukumnya". Maka kami pun membaiat beliau dengan hal
itu. (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim). Bentuk
baiat dan lafal yang pernah dilakukan Rasulullah kepada para sahabatnya
berbeda-beda. Baiat secara kolektif dan individu pernah dilakukan
Rasul. Contoh baiat kolektif dilakukan beliau kepada beberapa sahabatnya
diungkapkan oleh Syadad bin Aus. "Pada suatu
hari, pernah ada beberapa orang berada di hadapan Rasulullah. Saat itu
Rasul bertanya, apakah di antara kalian ada orang asing-maksudnya ahli
kitab. Kami jawab tidak ada. Lalu, beliau menyuruh kami menutup pintu
dan berucap, angkatlah tangan kalian dan ucapkan La Haha illallah (Tiada
Tuhan selain Allah). Kemudian, Rasulullah bersabda, Segala puji hanya
bagi Allah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku dengan kalimat ini.
Engkau menyuruhku untuk mengamalkan-nya. Dan Engkau menjanjikan surga
kepadaku dengannya. Ketahuilah bahwa aku membawa kabar gembira untuk
kalian. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji. Lalu beliau
bersabda, Ketahuilah bahwa aku membawa kabar gembira untuk kalian.
Sesungguhnya Allah telah memberi ampunan kepada kalian." (Hadis riwayat
Ahmad). Sedangkan, contoh baiat secara individu
terungkap melalui hadis yang diriwayatkan Thabrani. Baiat ini terjadi
ketika Ali bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, tunjukkanlah
kepadaku jalan yang paling dekat menuju Allah, yang paling mudah untuk
beribadah kepada-Nya dan paling utama di sisi-Nya." Lalu,
Rasulullah menjawab agar Ali melanggengkan zikir kepada Allah secara
rahasia dan terang-terangan. Ali meresponsnya dengan mengatakan bahwa
semua orang melakukan zikir dan ia berharap diberi zikir khusus. "Hal
paling utama dari apa yang aku ucapkan dan para nabi sebelum aku adalah
kalimat La Haha illallah," demikian jawaban Rasulullah. Seandainya
langit dan kalimat ini ditimbang, kata Rasul, maka kalimat ini lebih
berat daripada langit. Kiamat tidak terjadi selama di bumi masih ada
orang yang mengucapkan kalimat itu. Ali bertanya kembali, bagaimana cara
mengucapkannya. Rasul menjawab, " Pejamkanlah kedua matamu dan
dengarkanlah aku La Haha illallah, diucapkan tiga kali. Ucapkanlah tiga
kali kalimat itu dan aku mendengarkannya." Ali mengucapkannya dengan
keras. Ditemukan banyak lagi hadis yang
menerangkan cara pembaiatan kepada orang dan kelompok. Setelah
Rasulullah wafat, pembaiatan terus dilakukan oleh para sahabat. Abu
Bakar, Umar, Usman, dan Ali pernah membaiat orang dan kelompok. Tradisi
itu dilanjutkan oleh para praktisi tarekat sampai saat ini. Baiat
di sini bukan baiat politik seperti Baiatul Aqabah kaum Anshar atau
baiat sebagai tanda pengakuan kekuasaan terhadap seorang pemimpin. Ini
adalah baiat spiritual yang dimana seseorang atau kelom-pok orang
menyatakan janji suci kepada Allah untuk hidup sebagai orang yang
saleh/salehah di depan mursyidnya. Pertanyaan
yang mendasar tentang baiat ini, mestikah seseorang dibaiat? Bagaimana
dengan orang-orang yang memilih hidup di luar tarekat, yang di sana
tidak umum dikenal ada baiat atau talqin? Apakah keislaman tidak
sempurna tanpa baiat atau talqin? Tidak ada kesepahaman para ulama
tentang wajibnya baiat. Baiat di dunia tarekat
bisa diperbarui seandainya seseorang memerlukan pengisian kembali
(recharging) energi spiritual dari mursyid. Namun perlu ditegaskan
sekali lagi, bahwa mursyid bukan santo atau lembaga pastoral yang dapat
atas nama Tuhan memberikan pengampunan dosa terhadap jamaah. Fungsi
mursyid sebagaimana telah diuraikan dalam artikel terdahulu hanya
berfungsi sebagai motivator dan tutor yang dipercaya! salik. Banyak cara
orang untuk memperoleh ketenangan dan sekaligus motivasi untuk
menggapai rasa kedekatan diri dengan Tuhan. Salah satu di antaranya
ialah menyatakan komitmen spiritual kepada Tuhan di depan atau melalui
mursyid yang dipilih. Jika pada suatu saat
mengalami krisis spiritual, ia merasa sangat terbantu oleh kehadiran
sahabat spiritual yag berfungsi sebagai konsultan spiritualnya. Tentu,
sekali lagi bukan memitoskan atau mengultuskan seseorang. Tetapi secara
psikologis, setiap orang pada dasarnya membutuhkan referensi personal
untuk mengatasi kelabilan hidupnya. Ini bukan
bid'ah karena memiliki dasar yang kuat dalam Alquran dan hadist Nabi
SAW. Namun tidak berarti bagi mereka yang tidak pernah menjalani baiat,
keislamannya bermasalah, sebab baiat bukan sesuatu yang wajib. |