Santri ikut Thariqah
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Saya
seorang santri di sebuah pesantren. Saat ini saya tengah belajar ilmu
syariat dan ilmu umum. Bolehkah saya mengikuti bai'at thariqah, padahal
saya masih belajar ilmu syariat? Thariqah apa yang cocok bagi saya? Wassalamualaikum Wr Wb. Witono Pekalongan, Jawa Tengah Wa'alaikumussalam Wr. Wb. Setiap
muslim tentu boleh bahkan harus berusaha menjaga serta meningkatkan
kualitas iman dan Islam di hatinya dengan berbagai cara. Salah satunya
dengan berthariqah. Namun berthariqah sendiri bukan hal yang sangat
mudah Karena sebelum memasukinya, seseorang harus terlebih dulu
mengetahui ilmu syariat. Tapi juga bukan hal yang sangat suit seperti
harus menguasai seluruh cabang ilmu syariat secara mumpuni. Yang
diprasyaratkan untuk masuk thariqah hanya pengetahuan tentang hal-hal
yang paling mendasar dalam ilmu syariat. Dalam aqidah misalnya, ia harus
sudah mengenal sitat wajib, mustahil, dan ja’iz bagi Allah. Dalam
fiqih, ia sudah mengetahui tata cara bersuci dan shalat, lengkap dengan
syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkannya, serta hal-hal yang
dihalalkan atau diharamkan oleh agama. Jika
dasar-dasar ilmu syariat sudah dimiliki ia sudah boleh berthariqah.
Tentu saja ia tetap mempunyai kewajiban melengkapi pengetahuan ilmu
syariatnya yang bisa dikaji sambil jalan. Syarat lainnya adalah umur
yang cukup (minimal 18 tahun), khusus bagi wanita yang sudah berumah
tangga harus mendapat ijin dari suami. Jika semuanya sudah terpenuhi,
saya menghimbau, segeralah ikut thariqah. Semua
thariqah, asalkan mutabarah ajarannya murni dan silsilah sanadnya
bersambung sampai kepada Rasulullah SAW sama baiknya. Karena semua
mengajarkan penjagaan hati dengan memperbanyak dzikrullah, istighfar,
dan shalawat. Yang
terpenting masuklah thariqah dengan niat agar kita bisa menjalankan
ihsan. Jangan masuk thariqah karena khasiatnya atau karena cerita
kehebatan guru-guru mursyidnya. Pengertian ihsan yang saya maksud adalah
seperti yang tersebut dalam hadits Baginda Nabi Muhammad SAW "An ta'budallaha kaanaka tarahu, wa in lam yarah fainnahu yaraka.” engkau
menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya, atau jika engkau tidak bisa
merasa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu (HR Bukhari-Muslim). Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan) Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah |