Pentingnya Sanad dan Syaikh
كل من يطلب العلوم وحيدا # دون شيخ فانه في ضلال ليس في الكتب و الدفاتر علم # انما العلم في صدور الرجال Sanad
dan syekh adalah hal yang terpenting dalam kita mengkaji agama Allah
ini. Rasulullah sering mengingatkan kepada kita pentingnya kedua hal
tersebut. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Sirin, dikatakan
“Undhuru ‘amman ta’khudzu dinakum”. Artinya lihatlah dari siapa kau ambil agamamu. Dan dalam hadis yang lain mengatakan, "Sanad adalah sebagian dari agama." Bertolak
dari kedua hadis tersebut jelaslah bagaimana pentingnya sanad didalam
agama ini. Hal ini karena adanya pemahaman khusus dalam mempelajari
nas-nas samawi yang telah dititipkan oleh Allah ke dalam hati baginda
Muhammad. Dan kemudian turun temurun ke dada para rijal Allah. Syekh Faidli.rhm (seorang ulama dari Irak) ketika menafsirkan ayat “Dan
telah mengutus (Allah) seorang rosul diantara mereka, kemudian
membacakan (rosul) kepada mereka ayat-ayat NYA serta mengajarkan kitab
suci dan hikmah (hadis) dan menyucikan (tazkiyah) mereka..” Beliau
mengatakan bahwa makna tazkiyah disini bukan melalui quran atau hadis
seperti apa yang dipahami sebagian orang. Tetapi maknanya adalah suatu
hal (keadaan) maknawi yang bersumber dari hati baginda Muhammad kemudian
dititipkan ke dalam hati para auliya’ dan ulama-Nya. Tafsir
ini ber-istidlal dari sebuah hadis yang sering kita dengar yaitu hadits
tentang seorang pemuda yang sangat menyukai perzinaan. Kemudian
Rasulullah mengajak pemuda tersebut untuk berfikir secara rasional.
Yaitu dengan mengatakan, "Bagaimana jika perzinaan tersebut dilakukan
kepada ibumu, saudara perempuanmu, dan seterusnya." Tapi
masih saja si pemuda merasa tidak puas dengan jawaban tersebut.
Kemudian Rasulullah meletakkan telapak tangannya di dadanya. Berkatalah
si pemuda, “Demi Allah sebelum ini tiada suatu hal yang lebih aku cintai
di dunia ini seperti zina, tetapi setelah Rasulullah meletakkan
tangannya ke dadaku, maka tiada hal yang paling kubenci di dunia ini
seperti perbuatan zina.” Dari sini bisa kita ambil kesimpulan bahwa hal maknawi itulah
yang harus dimiliki oleh seorang syekh atau ulama. Tentunya itu akan
didapati melalui para ulama dan syekh yang mempunyai silsilah atau
hubungan sanad yang menyambung kepada Rosulullah. Begitu juga hal dhohir tentang pemahaman nusus yang bersumber dari Rosulullah SAW. Seperti suatu hadis yang yang mengatakan, “Barang siapa memakan daging onta harap berwudlu’!” Jika
kita lihat secara dhohir, jelas bahwa makan daging onta adalah hal yang
membatalkan wudlu’. Itu apabila kita memahaminya secara dhohir begitu
saja. Padahal kalau kita tanyakan kepada para ulama’ yang mempunyai
sanad talaqqi (dari syekh ke syekh), karena belajar dengan ilmu yang
benar tentang periwayatan hadist, ilmu musthala’ah hadist. niscaya
mereka akan mengatakan bahwa memakan daging onta tidak membatalkan
wudlu’. Mengenai
hadis di atas, haruslah kita pahami terlebih dahulu asbabul wurud-nya
(sebabnya keluar hadist). Yaitu ketika seorang sahabat akan sholat
bersama Rasulullah, lalu ia lupa kalau wudlu’nya telah batal karena
keluar angin. Nabi mengingatkanya dengan cara yang halus (sindiran)
supaya ia tidak malu di hadapan orang lain. Yaitu dengan menyebut hadis
tersebut karena kebetulan ia telah makan daging onta. Imam Abdullah bin Alwi Al haddad dalam qosidahnya berkata : و لا بد من شيخ تسير بسيره # الى الله من أهل النفوس الزكية “Dan wajib atasmu untuk mengikuti seorang syekh dalam berjalan menuju ridho Allah dari golongan yang suci hatinya.” Maka
tak akan mungkin kita bisa mempelajari agama Allah ini dengan baik dan
benar, kalau hanya bertumpu kepada kitab atau sembarangan dengan
menghadiri pengajian, tanpa adanya guru atau syekh yang membimbing kita
sesuai sanad silsilah ijazah keilmuan yang dimiliki. Sebagaimana
dikatakan oleh seorang ulama, “Barang siapa yang guru/syeikhnya kitab, niscaya kesalahannya akan lebih banyak dari pada kebenarannya.” Dan kita tak perlu kuatir atas keberadaan mereka di bumi ini karena Rosulullah SAW dalam sebuah hadisnya menegaskan “Akan senantiasa ada kelompok dari umatku yang selalu memegang kebenaran.“ Tiada lain yaitu mereka para ulama dan auliya’ yang mempunyai hubungan erat kepada Allah dan Rosul-Nya. Hal
ini paling menonjol ada pada keturunan Ahl Bayt Nabi, Bani ‘Alawi,
yaitu suatu sanad yang disebut dengan silsilah dzahabiyah (rantai emas).
Artinya sanad yang bersambung dari seorang quthub ke quthub sampai
kepada Rosulullah, atau dari wali ke wali sampai ke sayyidul awliya’
SAW. Yang diperkuat juga dengan hubungan nasabnya, silsilah hubungan darah yang memang keturunan Baginda Nabi SAW. Sanad ini tak akan pernah terputus sampai datangnya Imam Mahdi nanti. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Haddad, “Akan
selalu tumbuh dipara anak cucu Rasulullah dari bani ‘alawi para
pemegang tongkat estafet ajaran dan misi datuknya yaitu Rosulullah SAW.” Beliau dalam qoshidahnya mengatakan : نيت النبوة و الفتوة و الهدى # و العلم في الماضى و في المتوقع Semoga kita digolongkan oleh Allah dari golongan tersebut dan tak dipisahkan baik di dunia ataupun di akhirat nanti. Sebagaimana dikatakan oleh al-Imam al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi “wa laa nakhluf ma’a man kholaf” ….Amin |