Hakikat Insan – Wasiat Datukku
UNTUK ALLAHYARHAM DATUK KU TERCINTA
(Wasiat Datuk KU)Kehadapan datukku Almarhum Tuan Guru Haji Othman Yaakub (Raden Purba Jaya) yang dikasihi dan tercinta, semuga didalam kandungan sihat walafiat serta mendapat rahmat agung daripada Allah s.w.t. Sesungguhnya aku sering berdoa kepada diriku dan dirimu muga muga kita berdua mendapat keredhaan Allah dialam yang kekal (akhirat).
Datukku yang kukasihi, Sesungguhnya aku tidak pernah terdetik dihatiku bahwa engkau telah kembali ketempat asal kita, aku masih merasai bahwa engkau masih hidup bersamaku di alam fana ini, bagai mana keadaanmu sekarang? Maka sudah tentu engkau akan memberi jawaban positif padaku, sihat walafiat serta mendapat perlindungan Allah s.w.t seperti dilindungNya Rasul Rasul, Nabi Nabi, Aulia Aulia, Wali Wali Allah, maka berbahagialah engkau wahai datuk ku. Warkah ini kuhadapkan kepadamu sekadar untuk menyatakan hasratmu dahulu untukku menghasilkan sebuah catitan pengajian tasauf seperti yang pernah engkau didikku dikala aku kecil dahulu, Didikmu sejak umurku 40 hari sampailah kembalinya mu kehadirat Allah s.w.t didalam meretas cara penghidupan dan pembelajaran ilmu tasauf, suatu ilmu yang memakrifatkan dirimu dengan Allah s.w.t dan menjadi pusaka kepada diriku sendiri, maka berkat didikanmu serta dorongan hasratmu dikala itu maka hari ini terhasillah sebuah coretan catitan buku petua petua ilmu tasauf yang ku namakannya dengan suatu nama yang pernah engkau sebut sebut dahulu iaitu “Hakikat Insan”. Apakah engkau lupa dengan nama ini? Tentunya tidak, sebab inilah yang sering engkau wasiatkan kepadaku,…. “Bongsu, carilah hakikat insan dan hakikat dirimu sampai engkau ketemui, jika engkau ingin bersama Tuhanmu didunia dan di Akhirat” Sempena nasihatmu inilah aku panjangkan pula didalam buku catitanku “Hakikat Insan” dengan suatu harapan ianya menjadi tapak panduan pada diriku, istriku, anak anakku serta keturunanku serta manusia sejagat. Sesungguhnya nasihat dan wasiatmu kepadaku ini tetapku akan sampaikan kepada diriku dan manusia sejagat, aku masih lagi teringat kisahku bersama denganmu sejak kecil, dimana engkau bertindak sebagai datuk pada seorang cucu dan sebagai pendidik pada seorang murid (cucumu) tentang suatu pesanan yang kau sering ulangi kepadaku pada setiap waktu subuh. Apakah engkau melupai apa yang engkau lakukan padaku pada setiap waktu subuh?
Engkau memegang kepalaku sambil membaca dengan suatu pesanan yang engkau pusakai dari Gurumu Tok Kenali dengan Berkata :
Datukku yang kukasihi, Sesungguhnya aku tidak pernah terdetik dihatiku bahwa engkau telah kembali ketempat asal kita, aku masih merasai bahwa engkau masih hidup bersamaku di alam fana ini, bagai mana keadaanmu sekarang? Maka sudah tentu engkau akan memberi jawaban positif padaku, sihat walafiat serta mendapat perlindungan Allah s.w.t seperti dilindungNya Rasul Rasul, Nabi Nabi, Aulia Aulia, Wali Wali Allah, maka berbahagialah engkau wahai datuk ku. Warkah ini kuhadapkan kepadamu sekadar untuk menyatakan hasratmu dahulu untukku menghasilkan sebuah catitan pengajian tasauf seperti yang pernah engkau didikku dikala aku kecil dahulu, Didikmu sejak umurku 40 hari sampailah kembalinya mu kehadirat Allah s.w.t didalam meretas cara penghidupan dan pembelajaran ilmu tasauf, suatu ilmu yang memakrifatkan dirimu dengan Allah s.w.t dan menjadi pusaka kepada diriku sendiri, maka berkat didikanmu serta dorongan hasratmu dikala itu maka hari ini terhasillah sebuah coretan catitan buku petua petua ilmu tasauf yang ku namakannya dengan suatu nama yang pernah engkau sebut sebut dahulu iaitu “Hakikat Insan”. Apakah engkau lupa dengan nama ini? Tentunya tidak, sebab inilah yang sering engkau wasiatkan kepadaku,…. “Bongsu, carilah hakikat insan dan hakikat dirimu sampai engkau ketemui, jika engkau ingin bersama Tuhanmu didunia dan di Akhirat” Sempena nasihatmu inilah aku panjangkan pula didalam buku catitanku “Hakikat Insan” dengan suatu harapan ianya menjadi tapak panduan pada diriku, istriku, anak anakku serta keturunanku serta manusia sejagat. Sesungguhnya nasihat dan wasiatmu kepadaku ini tetapku akan sampaikan kepada diriku dan manusia sejagat, aku masih lagi teringat kisahku bersama denganmu sejak kecil, dimana engkau bertindak sebagai datuk pada seorang cucu dan sebagai pendidik pada seorang murid (cucumu) tentang suatu pesanan yang kau sering ulangi kepadaku pada setiap waktu subuh. Apakah engkau melupai apa yang engkau lakukan padaku pada setiap waktu subuh?
Engkau memegang kepalaku sambil membaca dengan suatu pesanan yang engkau pusakai dari Gurumu Tok Kenali dengan Berkata :
Selepas itu setiap kali kamu membaca pesanan ini engkau menghembuskannya pada ubun-ubunku. Kamu tahu? Dikala itu umurku 6 tahun. aku tidak mengerti pesanan itu sebenarnya. Aku tidak tahu hujung Jatuhnya.Aku hanya mendengar dan membiarkan diriku dipaku olehmu sebegitu, Tetapi setelah kehilanganmu di alam fana ini usiaku mulai menjangkau tua barulah aku mengerti betapa halusnya pengajaran mu terhadap diriku. Betapa besarnya nilai kasihmu padaku, betapa sayangmu padaku, betapa besarnya harapanmu padaku untuk membentukan diriku untuk menjadi seorang mukmin sejati, semakin lama kurenung nasihatmu, semakin sebak dada ini, semakin beratlah tanggung jawabku untuk menunaikan pesanan dan nasihatmu. Sesungguhnya wahai datuk ku, nasihat mu ini bukan sahaja kupegang untuk diriku, malahan aku warisi pula cara dan nasihatmu ini kepada anak anakku, Norazamiah, Norazalina, Mohd Hafizu dan anak anaku yang lain malahan aku wasiatkan pula kepada mereka supaya mengamalkan petuamu ini untuk diwarisi pula oleh anak dan cucu mereka dan keturunan mereka sampailah alam kabir ini mengalami kiamat. Begitulah pula dengan anak anak muridku kala ini, kuwasiatkan juga pada mereka supaya meneruskan didikan murnimu kepada dirinya dan keturunannya sebagai lanjutan mata rantai untuk diwarisi oleh manusia sejagat.
Datukku yang kusayangi.
Masih terngiang ngiang lagi ditelingaku satu lagi nasihatmu padaku yang paling berharga yang menjadi pusaka abadi kepadaku dan keturunanku dan menjadi pusaka kepada muridku dan keturunanku dan menjadi pusaka kepada muridku
dan keturunannya ialah wasiat terakhirmu disuatu malam ditepi telaga dikampung kita iaitu seminggu sebelum engkau meninggal dunia, aku masih lagi teringat betapa heningnya malam itu dan gemetar tubuhku dikala engkau berkata:
“Bongsu, mari kita pergi ketelaga raya disebelah jalan itu, kita duduk bersama sama disana dibawah teduhan pokok bacang”, engkau mengheret tangan aku dalam keadaan pelik, lantas aku menuruti kehendakmu dan kita duduklah bersama diatas tunggul cengal berhampiran dengan perigi itu sambil menghisap rokok dan tenang sekali. Kau senyapkan suaramu seketika dan aku juga turut kaku dengan telatahmu yang kulihat dicelah celah cahaya api pelita yang kita bawa bersama sama itu. Aku mulai dapat melihat aliran air jernih mulai mengalir keluar dari pada kelopak matamu, dalam keadaan hening bening begitu lantas keluarlah kata kata dibibirmu: “Bongsu, dengar baik baik, ini adalah pesananku yang terakhir, cukup rasanya aku mengajarimu dan ini adalah yang terakhir bagi ku untuk menyatakan sesuatu kepadamu, Bongsu! Sebenarnya, mengikut ilmuku saat saat kematianku telah tiba, pada hari sabtu depan diwaktu beduk isya’ berbunyi dipukul orang, maka disaat itulah aku akan menghembuskan nafas terakhir untuk kembali ketempat asal kita”.
Datukku, kamu tahukah perasaanku disaat itu seluruh tubuhku gemetar, mulutku terkunci kaku seolah olah dunia ini hancur, perasaanku lumat, nyawaku juga seakan akan melayang bersama kata katamu, terbayang dihati saat perpisahan itu sedangkan aku harus ke Universti Pertanian esok. Saat peperiksaanku adalah disaat yang sama dengan saat saat pemergianmu, dalam keadaan kaku terpaku dengan lamunan perasaan hiba itu keluar lagi kata katamu kepadaku. Apakah engkau mengingatinya? Sudah tentu saja engkau berkata, “Bongsu, dengarlah baik baik wasiat ini, pertamanya engkau janganlah sekali kali melupai dirimu, diri Allah dan diri Muhammad, carilah Allah dan Muhammad sampai jumpa, kalau engkau ingin selamat dunia dan akhirat”.
“Keduanya, jangan sekali kali Bongsu tinggalkan sembahyang walaupun satu rakaat. Jika kamu tinggalkan nescaya engkau akan ditimpa musibah yang besar”
“Ketiga, Bongsu, jikalau engkau ingin mencari ilmu dan menuntut, carilah disaatmu muda, jikalau engkau inginkan kekayaan, carilah dimasa kamu muda, dan jikalau kamu ingin beribadat, beribadatlah dimasa muda, engkau peganglah kata kataku ini dengan baik dan wasiatkanlah kembali hal yang sama ini kepada keturunan mu dan manusia sejagat, sesungguhnya inilah pusaka yang kuwarisi daripada keturunanku, moyangmu dan direstui pula oleh guruku TOK KENALI”.
Datukku yang tercinta, sesungguhnya hasil daripada petua hidupmu dan wasiat mulah maka dapatlah aku mendidik diri sendiri, aku mendidik keturunanku dan aku mendidik keturunan ilmuku dan aku memberi tahumu, aku tidak melupainya buat selama lamanya. Seperkara lagi yang sering menerpa pemikiranku dan menjadi galakan kepadaku tentang ilmu yang kupusakai ini adalah suatu bentuk ketegasan waja yang ditunjukkan olehmu kepadaku dimalam wasiat terakhir itu, apakah yang engkau perkatakan kepadaku?
“Bongsu, aku tegaskan kepadamu apa sahaja yang ada padaku adalah sama dengan ilmu yang ada pada dadamu, pegangilah ianya walaupun sejuta manusia menuduh kamu kafir, gila dan fasik, sesungguhnya ilmumu dan ilmuku adalah benar benar warisan keturunan kita dan warisan guruku Tok Kenali dan Tok Kemuning. Sesungguhnya aku warisi ilmuku ini dari pada moyangmu dan aku tokok tambah didalam pengajianku dengan guru guru yang lain. Jikalau Tok Kenali salah, apa sahaja yang ada pada dadaku dan dadamu adalah salah, maka biarlah salah sekalipun asalkan ianya ilmu Tok Kenali dan ilmu moyangmu (Raden Warjono) serta keturunan kita, sebarkanlah ilmu Tuhan ini kepada keturunanmu dan manusia sejagat”
“Sebagai dalil kebenaran kata-kataku ini, perhatikanlah saat saat kematianku. Diantaranya peristiwa peristiwa anih, pertama aku akan menghembuskan nafas terakhirku setelah sahaja masuk waktu isyak hari sabtu. Kedua, kuburku akan mempunyai pasir sedangkan tidak logik bagi tanah kubur kampung kita ini berpasir. Ketiga, aku akan menunjukan kepadamu kesaktian Tuhanku ketika
menghantarmu kestesyen kereta api untukmu ke Universti, jika ketiga tiga peristiwa ini tidak berlaku, maka sesungguhnya kutegaskan bahawa segala ilmu yang ada pada dadaku adalah salah dan tentu akan menjadi manusia terhina di alam baqa nanti, maka kuwasiatkan kepadamu, jika hal demikian tidak berlaku, kau kencinglah dinisan sebelah kakiku, kau beraklah diatas kuburku setiap pagi isnin dan jum’at selama tujuh keturunan, Ingat wasiat ku ini. Jika hal ini benar berlaku, maka pegangilah ilmu yang ada pada dadamu walaupun sejuta manusia mengatakan kamu kafir, gila dan fasik. Inilah penegasanku wahai cucuku Bongsu, aku yakin dengan ilmuku dan kau saksikanlah sendiri, Semoga Allah meredai kita bersama”.
Datukku yang kukasihi..
Sebagai pengetahuanmu, segala penegasanmu disaat kematianmu sememangnya berlaku, aku tidak ada syak lagi dihatiku tentang kebenaran wasiatmu, kutegaskan kembali kepadamu, walau sedunia manusia menyatakan aku kafir, gila dan fasik. Biarlah aku kafir, gila dan fasik bersama sama denganmu dan gurumu Tok Kenali. Sebagai pengetahuanmu sesudah hilangnya mu didunia fana ini dan bagi meneruskan perjuangan mencari Allah dan Muhammad, aku telahpun menjelajahi seluruh tenggara asia dimasa masa kelapanganku untuk bertemu dan bertanya kepada guru guru hakiki dan makrifat bagi tujuan mendalami ilmu tasauf ini, hampir 12 tahun rasanya aku bertindak sedemikian, Tok Guru mana yang tidak aku temui, Tok fakir mana yang tidak kutemui, orang gila mana yang tidak kutemui, semuanya aku cuba sedaya upaya menemui mereka dan bertanya tentang ilmu pegangan mereka (ilmu tasauf). Aku jelajahi seluruh Pattani (Thailand) Sumatra, Jawa, Brunai, Singapura, Sulawesi, dengan satu tujuan untuk mencari dan menemui mereka yang mewarisi ilmu tasauf, dimana mana sahaja guru mashur, aku menemuinya. Dimana sahaja manusia anih kelakuannya aku temuinya, sehingga perangai keanihan meraka sedikit sebanyak melekat pada tabiat perangaiku. Biarlah apa yang terjadi, namun wasiatmu tetap kupegangi buat selama lamanya. Bagi mengakhiri warkah ku ini, aku benar banar mengharap doa restu darimu semoga diriku dan dirimu diredhai oleh Allah s.w.t sebagaimana diredhai Rasul Rasul, Nabi Nabi, Aulia Aulia, para Siddiqin, para Wali Allah yang terdahulu dan yang terkemudian dari pada kita nanti.
Sekian Wassalam
Daripada cucumu
Masih terngiang ngiang lagi ditelingaku satu lagi nasihatmu padaku yang paling berharga yang menjadi pusaka abadi kepadaku dan keturunanku dan menjadi pusaka kepada muridku dan keturunanku dan menjadi pusaka kepada muridku
dan keturunannya ialah wasiat terakhirmu disuatu malam ditepi telaga dikampung kita iaitu seminggu sebelum engkau meninggal dunia, aku masih lagi teringat betapa heningnya malam itu dan gemetar tubuhku dikala engkau berkata:
“Bongsu, mari kita pergi ketelaga raya disebelah jalan itu, kita duduk bersama sama disana dibawah teduhan pokok bacang”, engkau mengheret tangan aku dalam keadaan pelik, lantas aku menuruti kehendakmu dan kita duduklah bersama diatas tunggul cengal berhampiran dengan perigi itu sambil menghisap rokok dan tenang sekali. Kau senyapkan suaramu seketika dan aku juga turut kaku dengan telatahmu yang kulihat dicelah celah cahaya api pelita yang kita bawa bersama sama itu. Aku mulai dapat melihat aliran air jernih mulai mengalir keluar dari pada kelopak matamu, dalam keadaan hening bening begitu lantas keluarlah kata kata dibibirmu: “Bongsu, dengar baik baik, ini adalah pesananku yang terakhir, cukup rasanya aku mengajarimu dan ini adalah yang terakhir bagi ku untuk menyatakan sesuatu kepadamu, Bongsu! Sebenarnya, mengikut ilmuku saat saat kematianku telah tiba, pada hari sabtu depan diwaktu beduk isya’ berbunyi dipukul orang, maka disaat itulah aku akan menghembuskan nafas terakhir untuk kembali ketempat asal kita”.
Datukku, kamu tahukah perasaanku disaat itu seluruh tubuhku gemetar, mulutku terkunci kaku seolah olah dunia ini hancur, perasaanku lumat, nyawaku juga seakan akan melayang bersama kata katamu, terbayang dihati saat perpisahan itu sedangkan aku harus ke Universti Pertanian esok. Saat peperiksaanku adalah disaat yang sama dengan saat saat pemergianmu, dalam keadaan kaku terpaku dengan lamunan perasaan hiba itu keluar lagi kata katamu kepadaku. Apakah engkau mengingatinya? Sudah tentu saja engkau berkata, “Bongsu, dengarlah baik baik wasiat ini, pertamanya engkau janganlah sekali kali melupai dirimu, diri Allah dan diri Muhammad, carilah Allah dan Muhammad sampai jumpa, kalau engkau ingin selamat dunia dan akhirat”.
“Keduanya, jangan sekali kali Bongsu tinggalkan sembahyang walaupun satu rakaat. Jika kamu tinggalkan nescaya engkau akan ditimpa musibah yang besar”
“Ketiga, Bongsu, jikalau engkau ingin mencari ilmu dan menuntut, carilah disaatmu muda, jikalau engkau inginkan kekayaan, carilah dimasa kamu muda, dan jikalau kamu ingin beribadat, beribadatlah dimasa muda, engkau peganglah kata kataku ini dengan baik dan wasiatkanlah kembali hal yang sama ini kepada keturunan mu dan manusia sejagat, sesungguhnya inilah pusaka yang kuwarisi daripada keturunanku, moyangmu dan direstui pula oleh guruku TOK KENALI”.
Datukku yang tercinta, sesungguhnya hasil daripada petua hidupmu dan wasiat mulah maka dapatlah aku mendidik diri sendiri, aku mendidik keturunanku dan aku mendidik keturunan ilmuku dan aku memberi tahumu, aku tidak melupainya buat selama lamanya. Seperkara lagi yang sering menerpa pemikiranku dan menjadi galakan kepadaku tentang ilmu yang kupusakai ini adalah suatu bentuk ketegasan waja yang ditunjukkan olehmu kepadaku dimalam wasiat terakhir itu, apakah yang engkau perkatakan kepadaku?
“Bongsu, aku tegaskan kepadamu apa sahaja yang ada padaku adalah sama dengan ilmu yang ada pada dadamu, pegangilah ianya walaupun sejuta manusia menuduh kamu kafir, gila dan fasik, sesungguhnya ilmumu dan ilmuku adalah benar benar warisan keturunan kita dan warisan guruku Tok Kenali dan Tok Kemuning. Sesungguhnya aku warisi ilmuku ini dari pada moyangmu dan aku tokok tambah didalam pengajianku dengan guru guru yang lain. Jikalau Tok Kenali salah, apa sahaja yang ada pada dadaku dan dadamu adalah salah, maka biarlah salah sekalipun asalkan ianya ilmu Tok Kenali dan ilmu moyangmu (Raden Warjono) serta keturunan kita, sebarkanlah ilmu Tuhan ini kepada keturunanmu dan manusia sejagat”
“Sebagai dalil kebenaran kata-kataku ini, perhatikanlah saat saat kematianku. Diantaranya peristiwa peristiwa anih, pertama aku akan menghembuskan nafas terakhirku setelah sahaja masuk waktu isyak hari sabtu. Kedua, kuburku akan mempunyai pasir sedangkan tidak logik bagi tanah kubur kampung kita ini berpasir. Ketiga, aku akan menunjukan kepadamu kesaktian Tuhanku ketika
menghantarmu kestesyen kereta api untukmu ke Universti, jika ketiga tiga peristiwa ini tidak berlaku, maka sesungguhnya kutegaskan bahawa segala ilmu yang ada pada dadaku adalah salah dan tentu akan menjadi manusia terhina di alam baqa nanti, maka kuwasiatkan kepadamu, jika hal demikian tidak berlaku, kau kencinglah dinisan sebelah kakiku, kau beraklah diatas kuburku setiap pagi isnin dan jum’at selama tujuh keturunan, Ingat wasiat ku ini. Jika hal ini benar berlaku, maka pegangilah ilmu yang ada pada dadamu walaupun sejuta manusia mengatakan kamu kafir, gila dan fasik. Inilah penegasanku wahai cucuku Bongsu, aku yakin dengan ilmuku dan kau saksikanlah sendiri, Semoga Allah meredai kita bersama”.
Datukku yang kukasihi..
Sebagai pengetahuanmu, segala penegasanmu disaat kematianmu sememangnya berlaku, aku tidak ada syak lagi dihatiku tentang kebenaran wasiatmu, kutegaskan kembali kepadamu, walau sedunia manusia menyatakan aku kafir, gila dan fasik. Biarlah aku kafir, gila dan fasik bersama sama denganmu dan gurumu Tok Kenali. Sebagai pengetahuanmu sesudah hilangnya mu didunia fana ini dan bagi meneruskan perjuangan mencari Allah dan Muhammad, aku telahpun menjelajahi seluruh tenggara asia dimasa masa kelapanganku untuk bertemu dan bertanya kepada guru guru hakiki dan makrifat bagi tujuan mendalami ilmu tasauf ini, hampir 12 tahun rasanya aku bertindak sedemikian, Tok Guru mana yang tidak aku temui, Tok fakir mana yang tidak kutemui, orang gila mana yang tidak kutemui, semuanya aku cuba sedaya upaya menemui mereka dan bertanya tentang ilmu pegangan mereka (ilmu tasauf). Aku jelajahi seluruh Pattani (Thailand) Sumatra, Jawa, Brunai, Singapura, Sulawesi, dengan satu tujuan untuk mencari dan menemui mereka yang mewarisi ilmu tasauf, dimana mana sahaja guru mashur, aku menemuinya. Dimana sahaja manusia anih kelakuannya aku temuinya, sehingga perangai keanihan meraka sedikit sebanyak melekat pada tabiat perangaiku. Biarlah apa yang terjadi, namun wasiatmu tetap kupegangi buat selama lamanya. Bagi mengakhiri warkah ku ini, aku benar banar mengharap doa restu darimu semoga diriku dan dirimu diredhai oleh Allah s.w.t sebagaimana diredhai Rasul Rasul, Nabi Nabi, Aulia Aulia, para Siddiqin, para Wali Allah yang terdahulu dan yang terkemudian dari pada kita nanti.
Sekian Wassalam
Daripada cucumu